Kamis, 28 Februari 2008

SALAH SATU CERITA DARI TANAH BATAK

# Balada si Butet #

Butet menghadapi ujian semester. Agar bisa berkonsentrasi, dia Memutuskan untuk menyepi ke villanya di Puncak. Setelah keluar dari jalan tol Jagorawi, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di *Pasaribu* Cipanas.

Beberapa pemuda tanggung langsung *Hutasoit-soit* melihat Butet yang seksi itu. Tapi Butet tidak peduli, dia jalan *Sitorus* memasuki rumah makan tanpa menanggapi. *Naibaho* ikan gurame yang dibakar dengan *Batubara* membuatnya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan *Nababan* yang hijau segar.

Setelah mengisi perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan ke sana berbukit-bukit. Kadang *Nainggolan*, kadang *Manurung*. Di tepi jalan

dilihatnya banyak *Pohan*. Kebanyakan Pohan *Tanjung*. Beberapa diAntaranya ada yang *Simatupang* diterjang badai semalam.

Begitu sampai di villa, Butet membuka pintu mobil. *Siregar* sekali hawanya, berbeda dengan Jakarta yang *Panggabean*. Hembusan *Perangin-angin* pun sepoi-sepoi menyejukkan. Sejauh *Simarmata* memandang warna hijau semuanya. Tidak ada tanah yang *Girsang*. Mulanya Butet ingin berenang.

Tetapi yang ditemukannya hanyalah bekas kolam renang yang akan di-*Hutauruk* dengan *Tambunan* tanah. Akhirnya, dia memutuskan untuk

berjalan-jalan di kebun teh saja. Sedang asik-asiknya menikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ular yang sangat besar. "*Sinaga*!" teriaknya ketakutan sambil lari *Sitanggang*-langgang. Celakanya, dia malah terpeleset dari *Tobing* sehingga bibirnya *Sihombing*. Karuan Butet menangis *Marpaung-paung* lantaran kesakitan.

Tetapi dia lantas ingat, bahwa sebagai orang Batak pantang untuk Menangis. Dia harus *Togar*. Maka, dengan menguat-nguatkan diri,

dia pergi ke puskesmas setempat untuk melakukan *Panjaitan* terhadap bibirnya. Mantri puskesmas tergopoh-gopoh *Simangunsong* di pintu untuk

menolongnya. "Hm, ongkosNya *Pangaribuan*" kata sang mantri setelah memeriksa sejenak. "Itu terlalu mahal. Bagaimana kalau *Napitupulu* saja?" tawar siButet. "*Napitupulu* terlalu murah. *Pandapotan* saya kan kecil". "Jangan begitulah. Masa' tidak *Siahaan* melihat bibir saya begini?" "Baiklah, tapi pakai jarum yang *Sitompul* saja" sahut sang mantri agak kesal.

"Cepatlah! Aku sudah hampir *Munthe*. *Saragih* sedikit tidak apa-apalah".

* * *

Malamnya, ketika sedang asik-asiknya belajar sambil makan kue Lubis

kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan *Rajagukguk*. Dia *Bonar-Bonar* ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara di pintunya

berbunyi "*Poltak*!" keras sekali. "Ada *Situmorang*?" tanya Butet sambil

memegang stik *Gultom* erat-erat untuk menghadapi *Sagala* kemungkinan.

Terdengar suara pelan, "*Situmeang*". "Sialan, cuma kucing..." desahnya lega.

Dia sudah sempat berpikir yang *Silaen-laen*. Selesai belajar, Butet menyalakan televisi. Ternyata ada siaran Discovery Channel yang menampilkan *Hutabarat* Amazon serta *Simamora*, gajah *Purba* yang berbulu lebat. Saat commercial break, muncul Gus Dur yang Terkenal dengan seruannya, "*Simanjuntak* gentar, *Sinambela* yang benar!"

* * *

Keesokan harinya, Butet kembali ke Jakarta dan langsung pergi ke kampus. Di

depan ruang ujian dia membaca tulisan: "*Harahap* tenang! Ada ujian." Butet

bergumam, "Ah, aku kan *Marpaung*. Boleh ribut dong"

-

~hahahahahahanotme...!

~moograughhoo...


#LAGU BANGUN PAGI VERSI BATAK#

Bangun pagi *Sitorus* mandi. *Simatupang* menggosok gigi.

*Pasaribu* menolong ibu, membersihkan *Napitupulu*.

Kamis, 21 Februari 2008

Bunga putih kini tlah keriput
seperti layaknya angin
menyusup ke tanah retak
tanpa dendang harap

bunga putih kini tlah keriput
di pekat malam
di sibak tangis sunyi
dalam batang
yang berduri

jatuh dan terkubur
di tanah nan buram
sepi di hampanya malam