# Balada si Butet #
Butet menghadapi ujian semester. Agar bisa berkonsentrasi, dia Memutuskan untuk menyepi ke villanya di Puncak. Setelah keluar dari jalan tol Jagorawi, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di *Pasaribu* Cipanas.
Beberapa pemuda tanggung langsung *Hutasoit-soit* melihat Butet yang seksi itu. Tapi Butet tidak peduli, dia jalan *Sitorus* memasuki rumah makan tanpa menanggapi. *Naibaho* ikan gurame yang dibakar dengan *Batubara* membuatnya semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan *Nababan* yang hijau segar.
Setelah mengisi perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan ke sana berbukit-bukit. Kadang *Nainggolan*, kadang *Manurung*. Di tepi jalan
dilihatnya banyak *Pohan*. Kebanyakan Pohan *Tanjung*. Beberapa diAntaranya ada yang *Simatupang* diterjang badai semalam.
Begitu sampai di villa, Butet membuka pintu mobil. *Siregar* sekali hawanya, berbeda dengan Jakarta yang *Panggabean*. Hembusan *Perangin-angin* pun sepoi-sepoi menyejukkan. Sejauh *Simarmata* memandang warna hijau semuanya. Tidak ada tanah yang *Girsang*. Mulanya Butet ingin berenang.
Tetapi yang ditemukannya hanyalah bekas kolam renang yang akan di-*Hutauruk* dengan *Tambunan* tanah. Akhirnya, dia memutuskan untuk
berjalan-jalan di kebun teh saja. Sedang asik-asiknya menikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan oleh seekor ular yang sangat besar. "*Sinaga*!" teriaknya ketakutan sambil lari *Sitanggang*-langgang. Celakanya, dia malah terpeleset dari *Tobing* sehingga bibirnya *Sihombing*. Karuan Butet menangis *Marpaung-paung* lantaran kesakitan.
Tetapi dia lantas ingat, bahwa sebagai orang Batak pantang untuk Menangis. Dia harus *Togar*. Maka, dengan menguat-nguatkan diri,
dia pergi ke puskesmas setempat untuk melakukan *Panjaitan* terhadap bibirnya. Mantri puskesmas tergopoh-gopoh *Simangunsong* di pintu untuk
menolongnya. "Hm, ongkosNya *Pangaribuan*" kata sang mantri setelah memeriksa sejenak. "Itu terlalu mahal. Bagaimana kalau *Napitupulu* saja?" tawar siButet. "*Napitupulu* terlalu murah. *Pandapotan* saya kan kecil". "Jangan begitulah. Masa' tidak *Siahaan* melihat bibir saya begini?" "Baiklah, tapi pakai jarum yang *Sitompul* saja" sahut sang mantri agak kesal.
"Cepatlah! Aku sudah hampir *Munthe*. *Saragih* sedikit tidak apa-apalah".
* * *
Malamnya, ketika sedang asik-asiknya belajar sambil makan kue Lubis
kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan *Rajagukguk*. Dia *Bonar-Bonar* ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara di pintunya
berbunyi "*Poltak*!" keras sekali. "Ada *Situmorang*?" tanya Butet sambil
memegang stik *Gultom* erat-erat untuk menghadapi *Sagala* kemungkinan.
Terdengar suara pelan, "*Situmeang*". "Sialan, cuma kucing..." desahnya lega.
Dia sudah sempat berpikir yang *Silaen-laen*. Selesai belajar, Butet menyalakan televisi. Ternyata ada siaran Discovery Channel yang menampilkan *Hutabarat* Amazon serta *Simamora*, gajah *Purba* yang berbulu lebat. Saat commercial break, muncul Gus Dur yang Terkenal dengan seruannya, "*Simanjuntak* gentar, *Sinambela* yang benar!"
* * *
Keesokan harinya, Butet kembali ke Jakarta dan langsung pergi ke kampus. Di
depan ruang ujian dia membaca tulisan: "*Harahap* tenang! Ada ujian." Butet
bergumam, "Ah, aku kan *Marpaung*. Boleh ribut dong"
-
~hahahahahahanotme...!
~moograughhoo...